Senin, 05 Agustus 2019

           Ketika Aku Terpesona oleh Ketampanan Lee Yong Dae Oppa


Halooooo chingudeul...... udah lama banget yak uwe kagak nulis di blog hehehe. Hmmm kali ini akhirnya uwe bakal post tulisan uwe yang udah cukup kusam termakan jaman nih wkwkwk. sebenernya ini udah uwe tulis sejak 2016, but kagak kelar-kelar jadi males buat post. ini kumpulan cerita yg gk berfaedah tentang LYD btw. ya udin gak usah banyak bacot, monggo di baca hehe. enjoy~~

1

2

3
Lee Yong Dae

          Awalnya gak kenal siapa itu Lee Yong Dae, baru tau aja pas aku SD dan kebetulan lagi ada acara pertandingan bulutangkis di tv. Ketika itu si Lee Yong Dae ini lagi tanding. Karena belum tau namanya siapa terus dia juga belum terlalu keliatan cakep, jadinya aku biasa aja. Lalu tiba-tiba ayah bilang kalau dia itu namanya Lee Yong Dae. Dia itu pinter banget main nya terus di pasangin sama siapa aja pasti tambah bagus. Aku sih biasa-biasa aja dengernya bahkan Cuma manggut-manggut doing. Nah pas udah selesai tayang di tv, aku makin lupa sama Lee Yong Dae dan gak ingin tau tentang dia. Yah bisa di bilang doi terlupakan lah wkwkwk.
Terus setelah sekian lama aku ngelupain Lee Yong Dae tiba-tiba kita di pertemukan lagi dalam Djarum Indonesia Open 2010 kalo gak salah. Awalnya sih kaget banget kayak masih gak percaya gitu ini beneran Lee Yong Dae yang itu? Kok jadi cakep yak? ngomong dalem ati. Pokoknya semuanya jadi berubah dan semenjak itu aku jadi teriak-teriak sendiri tiap Lee Yong Dae main, apalagi kalo di tayangin di tv. Gara-gara itu juga akhirnya aku jadi salah satu fans nya yang cukup setia ngikutin perkembangan nya doi di setiap kejuaraan bulutangkis dunia.
Oh iya ternyata ibu aku diam-diam juga suka sama Lee Yong Dae loh. Enggak tau juga sejak kapan suka nya, yang jelas setiap aku teriak-teriak liat Kpop di tv, ibu aku selalu bilang disitu gak ada yang ganteng, ya udah ku jawab aja ada kok itu yang rambut pirang ganteng. Eh tau-tau ibu aku bilang masih ganteng Lee Yong Dae. Kalo orang Korea yang ibu suka Cuma Lee Yong Dae, terus ibu aku itu lebih tertarik ke style nya orang Korea sama kosmetik nya sih daripada idol gitu. Jadi kesimpulannya adalah ternyata emang bener kalo kharisma nya si Lee Yong Dae itu gak bisa di kalahkan oleh siapapun, buktinya ibu aku aja juga ngefans sama dia wkwkwk. Gak salah dia dapet gelar pangeran tampan nya bulutangkis, kalo inggrisnya sih The Prince of Badminton heheheheh.




Selasa, 05 Juni 2018

Cerpen Terrrrr-ndadak


Me, Myself, and I

            Di sebuah jalanan yang sepi, terdapat seorang perempuan yang sedang berjalan lesu menuju ke sebuah rumah minimalis yang ada di seberang jalan. Namun saat akan memasuki bagian dalam rumah, tiba-tiba langkahnya terhenti. Ia mendapati bahwa rumah tersebut sangat berantakan. Semua benda-benda berserakan di lantai seperti baru saja di serang angin ribut. Ada apa ini?, tanyaku dalam hati. Saat aku masih terus bertanya-tanya dalam hati, terdengar sebuah teriakan dari ibuku, lalu aku berjalan menuju sumber suara. Ternyata sumber suara tersebut datang dari sebuah kamar yang sedikit terbuka, walaupun hanya sedikit terbuka tetapi aku bisa melihat jika ibu dan ayahku sedang bertengkar hebat. Ibu dan ayahku memang sering bertengkar, tetapi aku tidak pernah membayangkan jika mereka akan bertengkar sehebat ini. Dan saat itu terjadi, aku lebih memilih untuk pergi jauh dari rumah karena aku pikir itu sangat menyakitkan (melihat orangtuaku bertengkar).
            “Nona Eleonora?? Nona pergi kemana saja? Bibi sangat khawatir. Apa nona baik-baik saja??”, tanya bibi kepadaku. Aku sebenarnya sedang tidak ingin di ajak bicara oleh siapapun tetapi bibi terlihat sangat khawatir, terlebih saat mengetahui bahwa ibu dan ayah sedang bertengkar hebat. “Saya baik-baik saja, bi. Bibi tidak usah khawatirkan saya”, ucapku lirih sambil sedikit tersenyum. Kemudian bibi mendekatiku dan berkata, “Saya tau perasaan nona saat ini. Pasti nona sangat sedih melihat tuan dan nyonya seperti itu. Nona kalau ingin menangis, menangis saja. Tidak apa-apa”, ucap bibi membuat hatiku terasa sesak. Aku termenung sejenak, kemudian memeluk bibi dan menagis di pelukannya.

.
.
.

            Keesokan harinya setelah orangtuaku bertengkar, aku melihat ibu dan ayahku di meja makan nampak terlihat seolah baik-baik saja, walaupun ada jarak di antara mereka tetapi mereka mencoba tetap tenang. Kami bertiga mulai makan tanpa suara, hingga akhirnya ibu memecah keheningan di antara kami bertiga, “Ibu dengar dari bibi, kamu kemarin pergi dari rumah sejak pagi dan baru pulang saat malam hari. Kemana saja??”, tanya ibu tiba-tiba. Mendengar itu, aku berhenti makan dan menatapnya sejenak kemudian berkata, “Aku mengerjakan tugas di rumah Ellen dan pergi jalan-jalan bersama teman-teman yang lain”, jawabku sembari melanjutkan makan. “Oh begitu”, jawab ibu singkat. Sebenarnya aku ingin menanyakan tentang pertengkaran antara ayah dan ibu kemarin tetapi aku mengurungkan niat itu karena aku tahu suasana hati mereka sedang tidak baik saat ini meskipun mereka menutupinya dengan berpura-pura seolah semuanya baik-baik saja. “Baiklah aku akan pergi ke sekolah dulu. Terima kasih atas makanannya. Aku sangat menikmatinya”, ucapku sembari bangkit dari kursi untuk mengambil tas dan bergegas pergi ke sekolah. Ku lihat ibu hanya mengangguk, sementara ayah hanya memandangiku dalam diam. Kemudian aku berjalan pergi meninggalkan mereka. Aku bersekolah di sekolah seni karena aku menyukai music dan ingin menjadi seorang composer nantinya. Menurutku, musik mampu membuat hidupku terasa menyenangkan, apalagi untuk saat ini. Saat kehidupan keluargaku sedang tidak harmonis, sehingga hanya dengan musiklah aku mencurahkan semua isi hatiku. Jarak dari rumah ke sekolahku juga cukup dekat sehingga aku hanya berjalan kaki. Di sekolah aku bukan siswa populer, hanya siswa biasa tetapi guru-guru mengagumi kemampuan bermusikku yang mereka anggap di atas rata-rata sehingga banyak dari teman-teman sekelasku yang tidak menyukaiku. Mereka bahkan terang-terangan mengatakan bahwa mereka sangat membenciku karena mereka menganggapku sombong dengan kemampuan yang aku miliki itu. Lucu sekali, pikirku. Ingin sekali mengatakan kepada mereka bahwa “semua orang di dunia ini memiliki kemampuannya masing-masing dan juga berbeda-beda setiap orang, jadi mulailah kenali kemampuanmu itu agar tidak ada lagi rasa iri terhadap kemampuan orang lain.”
.
.
.

            Setelah berjalan beberapa menit, akhirnya aku sampai di sekolah. Aku berjalan menyusuri tangga menuju kelas. Ku lihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 06.45. Saat akan membuka pintu, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari dalam kelas dan itu ramai sekali. Dan saat ku lihat, ternyata salah dua di antara mereka sedang berkelahi. Sangat mengingatkanku pada orangtuaku, ucapku dalam hati. Kemudian tanpa pikir panjang, aku berlari memasuki arena perkelahian dan mencoba melerai mereka berdua, “Hei, apa  yang kalian lakukan? Sudah hentikan. Berkelahi tidak akan menyelesaikan masalah. Malah justru akan menambah masalah”, teriakku kepada mereka. Lalu mereka dan seisi kelas memandangiku dengan tatapan sinis. Semuanya terdiam, hingga akhirnya salah satu dari mereka angkat bicara, “Kenapa kau peduli sekali pada hidup kami huh? Terserah kami mau melakukan apa. Ini hidup kami. Kau tidak perlu repot-repot ikut campur, mengerti?”, sahut Rachel. “Tidak ada gunanya juga kau menceramahi kami. Semuanya tidak akan pernah berubah. Sudahlah urusi saja hidupmu sendiri, terlebih hidup orangtuamu yang juga sering bertengkar. Dan sepertinya mereka tidak pernah mendidikmu untuk menjadi anak yang baik. Atau kau melakukan ini semua hanya untuk membuat guru-guru semakin menyukaimu? Sungguh tidak tahu malu”, ucap Anna dengan nada membentak. Perkataan Anna sangat menyakiti hatiku. Aku sadar bahwa mereka semua memang mengetahui keadaan keluargaku yang seperti itu, tetapi ini sudah kelewatan. “Oke aku memang bukan anak baik dan aku tahu memang tidak ada gunanya menceramahi kalian, tetapi setidaknya tolong hargailah orang lain. Sesungguhnya aku merasa kasihan pada hidup kalian yang hanya kalian habiskan untuk berkelahi. Aku hanya tidak ingin melihat kalian menderita. Dan tolong jangan membawa-bawa orangtuaku. Mereka tidak ada hubungannya dengan kalian. Oh ya satu lagi, tolong cintailah diri kalian sendiri, kalian terlihat sangat menyedihkan”, jawabku sembari meninggalkan mereka pergi. Sesaat sebelum melangkah pergi aku melihat Alex tersenyum padaku, namun aku tidak peduli dan berjalan meninggalkannya. Sepertinya setelah kejadian itu, aku memutuskan untuk membolos dan memilih pergi ke taman kota, “Hei, kau keren sekali tadi”, teriak Alex mengagetkanku. “Kenapa kau mengikutiku? Tolong jangan ikuti aku. Dan tolong itu tidak keren sama sekali. Aku menyesal melakukan itu”, jawabku tak minat. Alex malah tersenyum girang dan semakin mengikutiku pergi. Sepertinya aku salah cara untuk mengusirnya, gumamku dalam hati. “Tidak tidak. Bagiku itu sangat keren. Kau tau berkat ucapanmu tadi, mereka hanya terdiam sambil memandangi punggungmu. Bagaimana kau bisa melakukan itu?”, ucap Alex panjang lebar yang membuat kepalaku semakin pening. “Apa kau tidak dengar, tolong jangan ikuti aku. Aku ingin sendirian sekarang. Jangan sok peduli padaku. Kalau kau masih mengikutiku, kau tidak ada bedanya dengan mereka”, teriakku pada Alex kesal. Kemudian aku benar-benar meninggalkan Alex yang nampak kaget, “Hei, aku memang peduli padamu. Salahkah itu? Aku juga ingin berteman denganmu. Katamu kita harus menghargai orang lain, jadi sekarang tolong hargai aku juga yang ingin menjadi temanmu”, teriak Alex dari kejauhan yang membuatku menghentikan langkah dan menoleh ke arahnya. Ia terus menatapku, akupun juga tetapi akhirnya aku meninggalkannya begitu saja. Entah kenapa hatiku begitu membeku sekarang, karena aku selalu berpikir bahwa semua manusia di dunia ini sama saja, tidak ada yang peduli dan mengerti dengan perasaan orang lain, termasuk orangtua kita sendiri. Apakah aku sejahat itu?, jawabannya TIDAK. Mungkin sebagian dari mereka menganggapku jahat, tetapi itu karena mereka yang memulai dahulu. Selain itu, aku sering berpikir bahwa terkadang menjadi jahat itu perlu karena tidak semua orang di sekitar kita itu baik, bahkan sahabat dekat kita sekalipun. Dengan hadirnya orang semacam mereka, tentu akan membuat kita semakin kuat untuk menghadapi segala cobaan hidup. Tuhan memang selalu adil dalam semua hal, termasuk dalam menciptakan teman baik dan teman jahat. Itu seperti mengingatkan kita agar tidak salah dalam memilih teman.
.
.
.

            Sesampainya di taman kota, aku melihat banyak orang berlalu-lalang disana. Salah satunya sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan 2 orang anak kecil. Mereka sedang menikmati suasana taman kota dan terlihat sangat bahagia. Jujur aku teringat kedua orangtuaku sekarang. Pasti aku sangat bahagia jika mempunyai orangtua seperti keluarga itu, tetapi kenyataan memang tidak seindah harapan. Ya itulah hidup. Hidup kadang terlihat lebih menyakitkan di bandingkan dengan kematian. “Aku akan mengikuti kau terus meskipun kau tidak pernah menganggapku. Aku hanya ingin menjadi temanmu”, ucapan Alex membuyarkan lamunanku, aku tidak percaya ia mengikutiku (lagi) sampai taman kota. Benar-benar gila, gumamku pelan. “Bukannya sudah ku bilang, jangan mengikutiku. Apa kau tidak paham juga huh? Apa kau benar-benar ingin menjadi temanku?”, tanyaku pada Alex. Alex yang semula bediri dengan ekspresi lesu seketika berubah sumringah saat aku merespon ucapannya, “Ya aku sungguh ingin menjadi temanmu. Apapun yang terjadi kepadamu, aku akan siap membantumu dan menjagamu, aku juga akan selalu mendukungmu. Aku berjanji akan menjadi teman yang baik untukmu, karena aku percaya kau adalah wanita yang keren dan memiliki prinsip hidup yang jelas. Jarang sekali aku menemukan wanita yang sepertimu”, jawab Alex mantap. Aku tertawa mendengar jawaban Alex, “Apa kau bilang? Akan menjagaku dan siap membantuku? Wah hebat sekali. Tapi sayangnya sudah ada yang menjagaku selama ini, yaitu Tuhan dan diriku sendiri. Jadi kau hanya bisa membantuku saja”. Alex terlihat kecewa tetapi tetap mencoba tenang, “Tuhan dan dirimu sendiri? Lalu bagaimana dengan orangtuamu? Apa mereka tidak menjagamu?”. Seketika hatiku sesak, dan dengan ajaibnya aku menceritakan semuanya yang terjadi di keluargaku kepada Alex. Aku piker hanya Alex yang mau mendengarkan keluh kesahku selama ini selain bibi. Mungkin Alex juga teman pertamaku selama ini. “Mereka sangat menjagaku saat aku masih kecil tetapi semua berubah saat aku mulai masuk SMA, mereka sering bertengkar. Aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Masalah apa aku juga tidak paham. Ingin sekali menanyakan ini kepada mereka tetapi mulutku terlalu sulit untuk mengatakan ini semua. Jadi selama ini aku hanya bercerita dengan bibi pembantu di rumahku. Hanya ia yang mampu menghiburku. Dan sekarang aku heran sekali bisa menceritakan ini semua kepadamu. Teman pertamaku. Aku ingin sekali mengembalikan kehidupanku yang dulu. Saat orangtuaku masih baik-baik saja (tidak pernah bertengkar). Apa kau bisa membantuku?”, ucapku pada Alex. Sekilas aku melihat mata Alex nampak berkaca-kaca, aku tidak tahu maksud dari semua ini, yang jelas aku melihat ada aura ketulusan dalam diri Alex. Mungkin itu yang membuatku mampu menceritakan ini semua kepadanya. “Karena aku sudah berjanji kepadamu akan membantumu, maka dengan senang hati aku akan membantumu. Maaf sudah menanyakan hal sensitif ini kepadamu. Aku tidak tahu jika keadaan keluargamu seperti itu”, jawab Alex menyesal. Aku hanya mengangguk, tanda tidak apa-apa. Melihat Alex yang merasa bersalah karena menanyakan hal semacam ini, aku semakin yakin bahwa Alex adalah teman yang hatinya masih murni dan dewasa. Aku sangat menyesal meneriakinya saat di sekolah tadi. Kali ini sungguh aku sangat beruntung bisa menemukan teman yang baik dan peduli seperti Alex. Dan berkat Alex juga, aku mulai menyadari bahwa tidak semua manusia di dunia ini sama sifatnya. Mungkin banyak manusia di luar sana yang masih peduli terhadap orang lain, hanya saja cara mereka menyampaikan kepedulian tersebut berbeda-beda.
.
.
.

            Setelah bertemu dan mengobrol bersama Alex di taman kota, aku memutuskan pulang ke rumah. Aku ingin melihat kondisi rumah apakah masih baik-baik saja setelah ku tinggal pergi ke sekolah tadi pagi atau malah sudah hancur sekarang. Aku juga akan bertanya kepada mereka tentang penyebab pertengkaran itu. Alex berkata padaku bahwa jika kita ingin tahu tentang kebenaran sesuatu hal, kita harus berani bertanya. sehingga setelah bertanya tentu kita akan merasa lega dan tidak penasaran lagi. Walaupun ia hanya berkata seperti itu tetapi itu sangat membantu mengurangi rasa takutku untuk bertanya. “Aku pulang”, ucapku sambil memandang sekeliling karena lega rumah masih baik-baik saja. “Oh kau sudah pulang? Bagaimana dengan sekolahmu? Apa baik-baik saja?”, tanya ibu membuatku kaget. “Ah ya seperti biasanya. Tidak terlalu baik tetapi aku senang”, jawabku tersenyum. Dan secara mengejutkan ayah ikut bergabung bersama denganku dan ibu. Apa mereka sudah baikan?, tanyaku dalam hati. “Ayah dan Ibu, kebetulan sekali kalian ada disini dan duduk bersama. Sudah lama aku tidak merasakan suasana seperti ini. Terlebih saat kalian bertengkar. Aku selalu bercerita kepada bibi karena aku tahu ayah dan ibu pasti tidak akan peduli kepadaku. Tapi jujur saat kalian bertengkar, hatiku sangat sakit, ingin sekali melerai tetapi aku tidak cukup berani. Untuk itu aku ingin bertanya ada masalah apa sehingga kalian bertengkar? Aku hanya ingin memastikan saja”, ucapku panjang lebar membuat ibu tiba-tiba menangis, ayah mencoba menenangkannya dan berkata, “Kami memang bertengkar saat itu. Sangat berat memang tetapi pikiran ayah sudah buntu. Sementara ibumu terus saja meminta mobil dan barang-barang mewah lainnya. Ayah sudah mencoba menjelaskan kepada ibumu dan memintanya menunggu sebentar lagi kalau uang sudah terkumpul banyak, tetapi ibumu tidak mendengarkan perkataan ayah. Ya sudah ayah emosi dan bertengkar lah kami”, jawab ayah berkaca-kaca. “Maafkan ibu nak, ibu memang egois. Tidak pernah memikirkan kamu dan juga keluarga. Terima kasih sudah mau bertanya soal ini. Sebenarnya ibu akan memberitahu masalah ini, tetapi ibu takut kamu akan membenci ibu. Untungnya kamu sudah menanyakan ini, jadi ibu lega kalau kamu tidak membenci ibu”, sambung ibu sambil terus sesenggukan menahan tangis. Aku juga sempat meneteskan air mata dan berkata, “Tidak ibu. Eleonora tidak pernah membenci ayah dan ibu. Eleonora hanya ingin mengetahui alasan yang sebenarnya karena selama ini Eleonora tidak berani bertanya, ini semua juga berkat bantuan teman Eleonora, yaitu Alex. Ia yang membuat Eleonora berani bertanya tentang ini”, jawabku. Kemudian ayah dan ibu memelukku. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan atas semua yang telah ia berikan kepadaku. Teman yang baik dan peduli kepadaku serta orangtua yang kembali harmonis. Tuhanlah yang memberikan cobaan, tetapi Tuhan pula yang memberikan kebahagiaan.

END
             



Sabtu, 07 Mei 2016

THE FIRST TIME I KNOW BTS. . .

내가아는처음 방탄소년단!!!



Hello everybody say lalala *efekfirenyaBTS :D
kali ini saya bakal ngeshare bagaimana awal saya mengenal Bangtan Boys/BTS.
Walaupun cerita saya ini lebih mengarah ke curhat tapi tetap akan saya share kepada kalian semua. Let's go to read :)

~

Siapa sih yang gak kenal sama boyband bentukan Bighit Entertainment yang debut tahun 2013 ini?
Yups bener banget, boyband yang beranggotakan 7 orang namja tamvan ini menyebut diri mereka sebagai "Bangtan Boys" (atau dalam bahasa Korea sebagai Bangtan Sonyeondan : 방탄소년단 / Bulletproof Boys Scouts). Lagu untuk debut mereka adalah No More Dream, lagu yang menurutku agak aneh saat pertama kali mendengarnya tapi makna lagu ini sangat dalam (?) dan mungkin bagi saya aneh karena dalam lagu ini sangat dominan rapp walaupun saya tahu bahwa BTS mengusung tema Korean Hip Hop Group, jadi wajar saja jika banyak terdapat unsur rapp yang kuat. Terlepas dari keanehan lagunya, lambat laun saya akhirnya menyukai keseluruhan lagu yang saya dengar pertama kali lewat radio itu. Ngomong-ngomong soal radio, ketika saya pertama kali dengar lagu No More Dream di radio, awalnya saya pikir itu lagu milik BIGBANG karena yang sudah saya sebutkan tadi (rapp yang kuat), tetapi saat lagu itu selesai, penyiar radio bilang kalau lagu itu milik boyband rookie yang baru debut tahun ini (2013), yaitu BTS yang berjudul No More Dream dan musik videonya juga Hip Hop bangettttt katanya. Saat itu juga saya tulis ucapan penyiar radio tadi di kertas dan besoknya saya langsung capcus ke warnet untuk melihat dan mendownload musik videonya. Kesan pertama saya saat melihat MV nya, sesuai lah dengan lagunya yang sangat-sangat HIP to the HOP, meskipun terkesan liar tapi overall saya suka saya suka *efekmeimei^^ apalagi kostum nya, SWAG banget!!!
DAAAAAAAAANNNNN salah satu di antara 7 namja tamvan ini berhasil mencuri perhatian saya (pakai banget yaaa, jangan lupa *apaansih) dengan wajah super cute nya, nama nya kalau tidak salah V *namaygveryverysimplemenurutgue. Awal saya tahu V dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama itu saat beredarnya rumor jika V mirip dengan BAEKHYUN E.X.O. Seketika saya searching di google karena KEPO MAKSIMAL dan saat saya bandingkan, foto mereka berdua sekilas memang terlihat mirip, namun saya lebih memilih V karena dia sangatlah cute *abaikan. Sejak saat itu saya menjadi seorang A.R.M.Y (sebutan untuk fans BTS) dan alhamdulillah bias saya masih tetap V Oppa, yah walaupun member yang lain saya akui juga sangat-sangat tamvan dan cute. Kadang saya sering berpikir, kemudian berkata dalam hati, "V itu orangnya aneh, kocak, idiot, gila, dsb (pokoknya seperti kebanyakan orang bergolongan darah AB or 4D lain), tapi kenapa aku bisa suka sama dia?" BAHAHAHAHA saya hanya bisa tertawa ketika berpikir begitu. Mungkin V memang mempunyai pesona tersendiri yang tidak kita duga di balik sifat konyol dan hyperactivenya sehingga ia mampu membuat luluh hati para fans wanita (temasuk saya) yang sudah terkena panah cupidnya *eaaakkkkk

~

Oya ketika kita berbicara sosok V, kurang lengkap rasanya kalau kita tidak membahas pasangannya. Yakkk benar sekali, JIN OPPA *biasnyaeomma. Percaya tidak percaya, Jin ini seorang yang tahan (?) sama tingkah-tingkah anehnya V lho reads! Walaupun dia sendiri kadang berpikir sama seperti saya dan bahkan saat pertama kali bertemu dengan V, ia sudah berpikir jika V itu tidak normal *omoJIN
Namun lambat laun, Jin jadi terbiasa dengan tingkah aneh V dan karena itu pula V dan Jin menjadi dekat (sebagai couple TAEJIN) serta karena katanya nih mereka itu mempunyai hobi dan kegemaran yang sama, terutama menonton anime. Wahhh kalau sudah begitu, saya sebagai seorang fans hanya bisa berdoa semoga couple TAEJIN bisa kompak terus, langgeng, cepet punya anak, daaaannnnnnn yang paling penting jangan membuat saya cemburu dengan anda. Karena saya akui V dan Jin adalah pasangan yang saling melengkapi (V : tau sendiri lah gimana kelakuannya, Jin : kalem, polos, pendiem) dan kadang hal itu yang membuat saya cemburu :D *wkwkwk

~

Okayyy deh reads! Mungkin sampai disini dulu curhatan saya tentang boyband kocak, BTS dan kegalauan saya pada TAEJIN COUPLE. Di lain kesempatan akan saya sambung lagi (khususnya tentang BTS) :) :) :)
Annyeongggggggggg~^^
BTS HWAITING!!!
A.RM.Y HWAITING!!!




NB : Maaf jika perkataan saya selama menulis curhatan ini menyinggung perasaan ARMY maupun orang yang membacanya serta tidak sesuai dengan fakta yang ada. Saya benar-benar minta maaf.....


Jumat, 22 Mei 2015

Fanfic Me



Title : The First Meet Chapter 1
Author : Choi Hyuk-min
Cast :   Luhan of EXO
             Lee Yoora (OC)
             Kris of EXO
Length : Two Shot
Rating : General 
Genre : Romance,Comedy (maybe),School-life

^^ Happy Reading. . . . .

Entah sejak kapan orang tuaku memindahkanku ke SMA itu. Yang pasti mau tidak mau aku harus bersekolah disana. Menyebalkan sekali,pikirku. Hari ini hari pertama di sekolah baruku, aku merasa seperti orang asing. Lalu, tiba-tiba saja terdengar suara wanita memanggilku.
         “Kau Lee Yoora,kan? Murid pindahan dari Incheon?”, ucap wanita itu sambil menatapku.
         “Benar. Bagaimana anda bisa tahu nama saya?”, ucapku bingung.
Wanita tua itu menghela nafasnya dan berkata, “Tentu saja aku tahu namamu. Aku ini kan wali kelasmu. Panggil saja aku Kim Seosaengnim.”
         “Ah, mianhae Kim Seosaengnim. Aku tidak tahu bahwa anda ini wali kelas saya”, kataku sambil membungkukkan badan.
         “Gwaenchana. Kalau begitu ayo ikut aku ke kelasmu yang baru”, ucap Kim Seosaengnim sambil berjalan pergi. Aku pun mengikutinya.

Akhirnya sampai juga di kelas XIB, gumamku pelan. Kim Seosaengnim menyuruhku masuk, dan benar saja dugaanku. Kelasnya bersih, tapi tidak terlalu luas. Saat aku masuk, semua siswa memandangku. Lalu saat itu juga Kim Seosaengnim menyuruhku (lagi) untuk memperkenalkan diri. Dengan gugup aku mulai memperkenalkan diri.
            “Namaku Lee Yoora, kalian bisa memanggilku Yoora. Aku siswa pindahan dari Incheon. Aku harap kalian bisa menerima kehadiranku di kelas maupun di sekolah ini”, kataku sambil tersenyum.
Setelah itu, aku mendengar suara Kim Seosaengnim berkata, “Baiklah Yoora, kau bisa duduk di samping Luhan”, ucap Kim Seosaengnim sambil menunjuk laki-laki imut yang sebenarnya cocok menjadi seorang artis, menurutku. Aku berjalan kearah laki-laki yang bernama Luhan itu dan duduk di sampingnya. Dia menatapku, tapi aku pura-pura tidak melihatnya. Setelah itu Luhan berkata, “Namaku Xi Luhan. Panggil saja aku Luhan. Aku dari China”, ucap Luhan sambil tersenyum. Aku hanya mengangguk.
^^
       Pelajaran di mulai dengan tenang. Saat pelajaran berlangsung, tiba-tiba saja ada kertas yang jatuh di atas mejaku. Sangat menyebalkan, pikirku. Lalu ku buka kertas itu dan ku baca kata demi kata, saat ku baca bagian terakhir dari kertas itu, aku sangat terkejut karena kertas itu dari Luhan.
       “Apa kau yang melempar kertas ini padaku?”, tanyaku pada Luhan yang jelas-jelas duduk di sampingku.
       “Tidak, aku tidak melempar apapun kepadamu”, ucap Luhan singkat.
       “Lalu, kenapa di kertas ini tertulis namamu?”, tanyaku sambil menatap Luhan dengan mata menyipit.
       “Benarkah? Tapi aku tidak melakukannya. Sungguh!”, ucap Luhan sambil memandangku dengan wajah polos.
       “Kalau bukan kau siapa lagi? Jelas-jelas di kertas ini tertulis from Xi Luhan “, kataku sedikit membentak dan mendengus kesal.
       Saat Luhan belum sempat menjawab, Kim Seosaengnim menghampiriku dan menyuruhku untuk menulis ekstrakulikuler yang aku pilih. Ada basket,cheers, dan dance. Tentu saja aku merasa bingung memilih yang mana karena aku belum pernah mengikuti ketiga ekstrakulikuler tersebut. Setelah beberapa saat berfikir, akhirnya aku memilih ekstrakulikuler dance. Tidak buruk, pikirku.
       “Baiklah Yoora, karena kamu sudah memilih dan menuliskan ekstrakulikuler yang akan kamu ikuti di sekolah ini, maka kamu harus mengikutinya dengan baik”, ucap Kim Seosaengnim sambil tersenyum.
       “Ne. Arasseo seosaengnim”, ucapku sambil membungkukkan badan.
       Aku melihat Luhan tersenyum simpul padaku, tapi aku tidak membalas apa-apa padanya karena Luhan masih ada urusan denganku soal kertas itu. Menyebalkan sekali anak itu, ucapku dalam hati. Tak terasa bel istirahat berbunyi, aku langsung keluar kelas tanpa memperdulikan Luhan menuju kantin. Aku tidak tahu mengapa hari ini aku merasa sangat lapar, tidak seperti biasanya. Saat aku berjalan ingin kembali ke kelas, aku melihat seorang laki-laki yang sedang bermain basket. Lalu aku menghampiri laki-laki itu.
        “Waaahhh, kau tinggi sekali” , ucapku sambil membelalakkan mata tak percaya.
        “Ah aku kan anak basket, jadi pantas saja kalau aku tinggi”, ucap laki-laki itu sambil menatapku dari atas ke bawah.
        “Ada apa? Apa ada yang aneh denganku?”, ucapku menunduk mengamati seragamku.
        “Tidak, hanya saja aku baru melihatmu di sekolah ini”, ucapnya sambil terus bermain bola basket.
        “Oh, aku lupa memperkenalkan siapa namaku. Aku Lee Yoora, siswa pindahan dari Incheon. Aku masuk kelas XIB”, kataku sambil tersenyum.
        “Pantas saja aku baru melihatmu disini”, kata laki-laki itu singkat.
        “Bagaimana denganmu? Kalau boleh aku tahu, siapa namamu?”, kataku.
        “Namaku Wu Yi Fan, panggil saja Kris. Aku ketua klub basket sekolah ini”, ucap laki-laki yang bernama Kris itu singkat seperti namanya.
        “Oh begitu rupanya, emm kebetulan aku menyukai laki-laki yang bisa bermain basket, tapi tentu saja bukan kau”, ujarku sambil tertawa pelan.
Laki-laki yang bernama Kris tampak kaget dan membelalakkan matanya yang sipit itu dan berkata, “Asal kau tahu ya di sekolah ini hampir seluruh siswa perempuan menyukaiku tau!”, ucap Kris sebal.
“Haha, kau ini percaya diri sekali jadi orang”, ucapku sambil masih terus tertawa.
“Tentu saja aku sangat percaya diri, karena eommaku selalu bilang kalau kita percaya pada diri sendiri, kita pasti akan berhasil.”, ucap Kris panjang lebar sambil mendengus.
“Dan kau mempercayainya?”, ujarku sambil menatap Kris.
“Ya! Aku sangat mempercayainya!”, ujar Kris mantab.
“Baiklah kalau begitu, lanjutkan bermain basketmu. Sepertinya kedatanganku mengganggumu, jadi aku akan kembali ke kelas saja. Sampai jumpa”, ucapku tersenyum dan melambaikan tangan.
Kris tidak membalasnya dan ia hanya berkata singkat, “YA”.
Aku berjalan pergi meninggalkan Kris di lapangan sambil bergumam pelan. Menyebalkan sekali anak itu, sama seperti Luhan, pikirku. Luhan? Ah anak itu lagi. Kenapa aku selalu saja memikirkannya? Mungkin karena ia masih ada urusan denganku soal kertas itu, gumamku dalam hati. Dan tiba-tiba saja aku di kejutkan oleh seorang laiki-laki yang tidak asing di mataku. Yups benar sekali! Laki-laki itu adalah XI LUHAN. 
        “Kau sedang apa disini?”, Tanya Luhan.
        “Kau tidak salah? Seharusnya aku yang bertanya begitu padamu!”, ucapku sedikit membentak.
        “Oh, aku hanya berjalan-jalan dan tiba-tiba saja aku bertemu denganmu. Emm apa kau habis dari lapangan basket?”, Tanya Luhan. Dan itu membuatku sedikit kaget.
        “T-T-Tidak! Kenapa kau bisa berpikir begitu?”, ucapku sedikit tergagap.
        “Aku tadi sempat melihat wanita yang mirip denganmu sedang berada di lapangan bersama Kris.,tapi aku tidak yakin, jadi aku Tanya padamu”, ucap Luhan sambil menatapku.
        “Mwo? Mana mungkin di sekolah ini ada yang mirip denganku. Kalaupun ada yang mirip denganku pasti hanya kebetulan.”, ujarku panjang lebar.
        “Benar juga. Mungkin aku salah orang. Hahaha”, ucap Luhan terkekeh.
        “Tadi kau menyebut nama Kris? Siapa dia?”, ucapku pura-pra tidak tahu.
        “Oh Kris. Dia ketua klub basket sekolah ini. Hampir semua siswa dan seosaengnim mengenal Kris, karena ia pernah mengharumkan nama sekolah lewat keahlian bermain basket yang ia miliki”, ujar Luhan.
Aku mengangguk pelan. Ternyata yang ia bilang tadi benar, bahwa di sekolah ini tak ada seorang pun yang tak mengenal Kris. Kalau tadi aku tidak bertemu dengannya, pasti aku akan menjadi siswa No.1 si sekolah ini yang tidak mengenal Kris. Haha aku jadi geli sendiri mendengarnya J.
         “Yoora! Kau ini kenapa senyum-senyum tidak jelas begitu? Memangnya ada yang lucu ya?”, Tanya Luhan yang sedari tadi memperhatikanku.
          “Ah, tidak! Aku hanya…emm”, kataku terbata-bata dan itu membuat Luhan semakin bingung.
          “Hanya apa?”, tanya Luhan.
          “Ah, sudah lupakan saja! Itu tidak penting”, ucapku tersenyum pada Luhan, lalu pergi menuju kelas.
Dasar orang aneh, piker Luhan. Lalu ia berlari menuju kelas mengikutiku.
^^
Bel pulang berbunyi. Aku tidak segera pulang karena masih ada ekstrakulikuler dance. Sebenarnya aku tidak begitu yakin bisa melakukannya, tapi aku akan mencobanya. FIGHTING!!!!!!!!! J.
Saat aku melewati lapangan, aku masih melihat Kris bermain basket. Kenapa ia belum juga pulang? Padahal sudah waktunya pulang. Apa mungkin Kris juga mengikuti ekstrakulikuler dance sepertiku? Entahlah aku tidak tau, nanti aku tanyakan pada Luhan saja, ucapku dalam hati. 
       “Hey!”, tiba –tiba seperti ada yang memanggilku, kemudian aku membalikkan badan. Aku  tampak terkejut saat ku dapati Kris sudah berdiri tepat di depanku.
       “A-a-ada apa?”, tanyaku gugup.
       “Sedang apa kau disini? Bukankah seharusnya kau sudah pulang? Oh aku tau! Jangan-jangan  kau sengaja pulang terlambat supaya kau bisa melihatku bermain basket kan?”, tanya Kris dengan mata menyipit seperti polisi yang sedang meginterogasi penjahat.
        “Apa kau bilang? Untuk apa aku melihat orang sepertimu? Lagipula masih banyak orang yang lebih keren untuk di lihat daripada kau!”, ucapku ketus.
        “Mwo??? Apa kau benar-benar tidak ingin melihatku?????”, tanya Kris dengan wajah sedih.
Aku seperti merasa bersalah pada Kris, ucapanku tadi pasti menyakiti hatinya. “Jawab Yoora-ah! Apa kau benar-benar  tidak ingin melihatku???”, tanya Kris (lagi) membuatku terbangun dari lamunanku. “Bukan begitu. Aku hanya mengarang. Tentu saja aku ingin melihatmu bermain basket.”, ucapku tersenyum. Senyum yang penuh kebohongan. “Tapi sekarang aku harus pergi. Aku takut terlambat mengikuti ekstrakulikuler dance. Sampai nanti.”, tambahku sambil berlari meninggalkan Kris seorang diri.
……….
Kelas dance sudah di mulai??? Bagaimana ini??? Apa yang harus aku lakukan??? Benar-benar tolol. Kalau saja tadi aku tidak bertemu Kris pasti aku tidak akan terlambat seperti ini. Huh menyebalkan sekali, ucapku pelan sambil mendengus kesal. 
        “Yoora-ah”, panggil Luhan sambil melambaikan tangan. Aku menoleh ketika mendengar suara cempreng itu dan segera membekap mulut Luhan dengan tanganku. “Ssssttt, DIAM!!! Kau bisa diam kan???”, kataku pelan nyaris tak terdengar di telinga Luhan, tapi untung Luhan mengerti maksudku. Luhan mengangguk dan aku melepaskan tanganku pelan-pelan. “Sebenarnya ada apa ini? Kenapa kau membekap mulutku dan menyuruhku untuk diam?”, tanya Luhan bingung. Saat di rasa cukup aman, aku pun bicara yang sebenarnya ke Luhan “Aku terlambat! Aku juga takut kalau nanti seosaengnim memarahiku”, ucapku pelan. Luhan tersenyum, lalu berkata, “Tak apa Yoora-ah. Aku juga sering terlambat kok dan mereka tidak memarahiku”, kata Luhan menjelaskan. Apa? Luhan juga mengikuti ekstrakulikuler dance? Tidak mungkin!. “Ternyata kau juga mengikuti ekstarkulikuler dance?”, tanyaku masih tak percaya. Lagi-lagi Luhan hanya tersenyum, dan itu semakin membuatku kesal setengah mati. “Ne! kenapa? Kau tidak suka aku mengikuti ekstrakulikuler dance?”, kata Luhan sedikit melotot. Aku hanya diam menatap wajah Luhan, kemudian aku beranjak pergi tapi Luhan menahanku, “Kau mau pergi kemana?”, tanya Luhan lagi. Aku hanya menatap Luhan untuk yang kedua kalinya dan berusaha melepaskan tanganku dari genggaman Luhan. Lalu tiba-tiba Luhan menarik tanganku dan memelukku erat. Hangat, itulah yang ku rasakan saat ini. “Yoora-ah”, bisik Luhan. “Ne?”, jawabku gugup. Luhan menghela nafas lalu berkata, “Kau tidak boleh meninggalkanku lagi”. Aku sedikit tersentak mendengar ucapan Luhan, “Wae?”. Luhan tidak menjawab, tapi dia harus mengatakan perasaannya yang sesungguhnya kepada Yoora. “Wae?”, ucap Yoora lagi, membuat Luhan semakin bingung. “AKU…….”, jawab Luhan terpotong. Yoora yang tidak mengerti maksud Luhan tentu merasa penasaran apa yang akan di katakan Luhan. Apa dia akan marah?. “AKU MENYUKAIMU”, ucap Luhan akhirnya. Aku sangat terkejut dengan ucapan Luhan, “Apa kau bilang?”. “AKU MENYUKAIMU YOORA-AH!!! NEOMU NEOMU SARANGHAE. Apa masih kurang jelas?”, tanya Luhan. Aku masih tak percaya tentang semua ini, tapi harus ku akui, sebenarnya aku juga menyukai Luhan. Sejak awal masuk sekolah ini dan bertemu dengan Luhan, aku merasa ada yang istimewa dalam dirinya. Dan aku baru menyadarinya sekarang. “Tidak, aku sudah mendengar semuanya. Jadi kau tidak perlu mengatakannya lagi”, ucapku. “Lalu, apa jawabanmu?”, tanya Luhan lagi. Aku pura-pura tidak mengerti apa yang Luhan maksudkan, “Jawaban apa maksudmu?”. Luhan menjadi jengkel pada dirinya sendiri, jika ini jawaban Yoora yang sesungguhnya, dia bersumpah tidak akan pernah mengatakan perasaannya saat ini juga. Aku merasa tidak enak pada Luhan, jawabanku itu benar-benar menyakiti hatinya. Lihat saja wajah imutnya itu, terlihat sangat sedih. “AKU JUGA MENYUKAIMU LUHAN-AH!!! NEOMU NEOMU SARANGHAE”, ucapku menirukan perkataan Luhan tadi sambil berteriak dengan tangan membentuk LOVE SIGN. Seketika wajah Luhan kembali bersinar mendengar semua itu, “Jinjjayo?”. Aku hanya mengangguk. “Kalau begitu, peluk aku lagi”, ucap Luhan tersenyum evil. Aku hanya diam, lalu Luhan berkata “Kau tidak mau?”. Lalu aku menggelengkan kepalaku tanda tidak mau. “Oh, baiklah. Bagaimana kalau aku saja yang memelukmu lagi”, ucap Luhan sambil tertawa. Aku mengangguk, dan Luhan kembali menarikku ke dalam pelukannya.
Secara tidak sengaja, Kris melihat kejadian itu dan tentu saja membuat hatinya sakit. Selama ini dia menyukai Yoora, namun dia hanya bisa memendam perasaannya. Dan sekarang dia melihat wanita yang di sukainya itu sedang berpelukan dengan orang lain. Apa yang akan dilakukan oleh Kris? akan merebut Yoora dari tangan Luhan atau justru merelakan Yoora bersama Luhan?

To be continued in Chapter 2… ^^v


NB : maaf jika ceritanya tidak terlalu bagus,
 karena saya menulis ff ini untuk pertama kalinya…J 
jeongmal mianhae!!!!!
#harap maklum dan jangan lupa berikan kritik & sarannya XD

^^Kamsahamnida
    Annyeong. . . . . ^^v